sejarah
I.
Sejarah
peradaban lembah sungai Nil
Asal mula Peradaban
lembah sungai Nil
di Mesir, Afrika, lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah
sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang
menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat
tersebut. Peradaban lembah
sungai Nil
dibangun oleh masyarakat mesir kuno.
Mesir Kuno adalah suatu peradaban
kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil.
Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu
dan Hilir
sekitar 3150 SM,[1]
dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir
melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh
periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno
mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan
Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir
ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun
secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran
Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir
Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi.[2]
Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode
kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap
di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan
peradaban merdeka Mesir.
II.
Letak
geografis
Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari
mata air di dataran tinggi (pegunungan) Kilimanjaro
di Afrika Timur. Sungai Nil mengalir dari arah selatan ke utara bermuara ke
Laut Tengah.
Ada empat negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir.
Setiap tahun sungai Nil selalu banjir . Luapan banjir itu menggenangi daerah di kiri kanan
sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50
kilometer. Di sekeliling lembah sungai adalah gurun. Batas timur adalah gurun
Arabia di tepi Laut Merah.
Batas selatan terdapat gurun Nubia di Sudan, batas barat adalah gurun Libya.
Kemudian batas utara Mesir adalah Laut Tengah.
Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi
Isis yang selalu sibuk menangis dan
menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam
pertempuran.
Namun secara ilmiah, air tersebut
berasal dari gletsyer yang mencair dari pegunungan Kilimanjaro
sebagai hulu sungai Nil.
III.
Politik
Sejarah politik di Mesir berawal dari terbentuknya komunitas-komunitas di
desa-desa sebagai kerajaan-kerajaan kecil dengan pemerintahan desa. Desa itu
disebut nomen. Dari desa-desa kecil berkembanglah menjadi kota yang
kemudian disatukan menjadi kerajaan Mesir Hilir dan Mesir Hulu. Proses tersebut
berawal dari tahun 4000 SM namun pada tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan kedua kerajaan tersebut menjadi satu kerjaan
Mesir yang besar.
Mesir merupakan sebuah kerajaan yang
diperintah oleh raja yang bergelar Firaun. Ia berkuasa secara mutlak. Firaun dianggap dewa dan dipercaya sebagai putera Dewa
Osiris. Seluruh kekuasaan berada
ditangannya baik sipil, militer maupun agama.
Sebagai penguasa, Firaun mengklaim
atas seluruh tanah kerajaan. Rakyat yang tinggal di wilayah kerajaan harus
membayar pajak. Untuk keperluan tersebut Firaun memerintahkan untuk sensus
penduduk, tanah dan binatang ternak. Ia membuat undang-undang
dan karena itu menguasai pengadilan. Sebagai penguasa militer Firaun berperan
sebagai panglima perang, sedangkan pada waktu damai ia memerintahkan tentaranya
untuk membangun kanal-kanal dan jalan raya.
Untuk menjalankan pemerintahannya
Firaun mengangkat para pejabat yang pada umumnya berasal dari golongan bangsawan.
Ada pejabat gubernur yang memerintah propinsi, panglima
ketentaraan, hakim di pengadilan
dan pendeta untuk
melaksanakan upacara keagamaan. Salah satu jabatan penting adalah Wazir atau Perdana Menteri
yang umumnya dijabat oleh putra mahkota.
Sejak tahun 3400 SM sejarah Mesir diperintah
oleh 30 dinasti yang berbeda yang terdiri dari tiga zaman yaitu Kerajaan
Mesir Tua yang berpusat di Memphis, Kerajaan
Tengah di Awaris dan Mesir
Baru di Thebe.
Secara garis besar keadaan
pemerintahan raja-raja Mesir adalah sebagai berikut.
Ø Kerajaan Mesir Tua (2660 – 2180 SM)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah
Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu ia
digelari Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Kerajaan Mesir Tua disebut zaman piramida karena
pada masa inilah dibangun piramida-piramida terkenal misalnya piramida
Sakarah dari Firaun Joser.
Piramida di Gizeh adalah makam
Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
Runtuhnya Mesir Tua disebabkan
karena sejak tahun 2500 SM pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari
luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang
melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya terjadilah
perpecahan antara Mesir Hilir dan Mesir Hulu.
Ø Kerajaan Mesir Tengah (1640 – 1570 SM)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan
tampilnya Sesotris
III. Ia berhasil memulihkan persatuan
dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain membuka tanah pertanian,
membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan
perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syria dan pulau
Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia
(kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan
ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.Pada waktu itu kerajaan Mesir Tengah sedang
mengalami kehancuran yang sangat signifikan.
Ø Kerajaan Mesir Baru (1570 - 1075 SM)
Sesudah diduduki bangsa Hyksos,
Mesir memasuki zaman kerajaan baru atau zaman
imperium. Disebut zaman imperium karena para
Firaun Mesir berhasil merebut wilayah/daerah di Asia barat termasuk Palestina,
Funisia dan Syria.
Raja-raja yang memerintah zaman
Mesir Baru antara lain:
- Ahmosis I. Ia berhasil mengusir bangsa Hyksos dari Mesir sehingga berkuasalah dinasti ke 18, ke 19 dan ke 20.
- Thutmosis I. Pada masa pemerintahannya Mesir berhasil menguasai Mesopotamia yang subur.
- Thutmosis III. Merupakan raja terbesar di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut ia digelari “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor.
- Imhotep IV. Kaisar ini dikenal seorang raja yang pertama kali memperkenalkan kepercayaan yang bersifat monotheis kepada rakyat Mesir kuno yaitu hanya menyembah dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Ia juga menyatakan sebagai manusia biasa dan bukan dewa.
- Ramses II.
Ramses II dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum
dan Kuil
serta makamnya di Abusimbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah
terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut Merah namun belum
berhasil.
Masa Ramses II diperkirakan sezaman dengan kehidupan nabi Musa.
Setelah pemerintahan Ramses II kekuasaan di Mesir mengalami kemunduran. Mesir ditaklukkan Assyria pada tahun 670 SM dan pada tahun 525 SM Mesir menjadi bagian imperium Persia. Setelah Persia, Mesir dikuasai oleh Iskandar Zulkarnaen dan para penggantinya dari Yunani dengan dinasti terakhir Ptolemeus. Salah satu keturunan dinasti Ptolemeus adalah Ratu Cleopatra dan sejak tahun 27 SM Mesir menjadi wilayah Romawi.
IV. Pemerintahan dan ekonomi
Administrasi
dan perdagangan
Firaun adalah raja yang berkuasa penuh atas negara—setidaknya
dalam teori—dan memegang kendali atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun
juga merupakan komandan militer tertinggi dan kepala pemerintahan, yang
bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi masalah-masalahnya. Yang
bertanggung jawab terhadap masalah administrasi adalah orang kedua di kerjaan,
sang wazir, yang
juga berperan sebagai perwakilan raja yang mengkordinir survey tanah, kas negara,
proyek pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip kerajaan. Di level regional,
kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut nome, yang
masing-masing dipimpin oleh seorang nomark, yang bertanggung jawab kepada wazir. Kuil menjadi tulang
punggung utama perekonomian yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan,
namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam sebuah
sistem lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi biji-bijian dan
barang-barang lainnya. Sebagian besar perekonomian diatur secara ketat dari
pusat. Bangsa Mesir Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga
mereka menggunakan sejenis uang barter berupa karung beras dan beberapa deben
(satuan berat yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai
denominatornya. Pekerja dibayar menggunakan biji-bijian; pekerja kasar biasanya
hanya mendapat 5 karung (200kg) biji-bijian per bulan sementara mandor bisa
mencapai 7 karung (250kg) per bulan. Harga tidak berubah di seluruh wilayah
negara dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus dihargai 5
deben tembaga sementara sapi bernilai 140 deben. Pada abad ke 5 sebelum masehi,
uang koin mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar
dari logam mulia dibanding sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad
kemudian uang koin mulai digunakan sebagai standar perdagangan.
Sistem
hukum
Sistem
hukum di Mesir Kuno secara resmi dikepalai oleh firaun yang bertanggung jawab
membuat peraturan, menciptakan keadilan, serta menjaga hukum dan ketentraman,
sebuah konsep yang disebut masyarakat Mesir Kuno sebagai Ma'at. Meskipun
belum ada undang-undang hukum yang ditemukan, dokumen pengadilan menunjukkan
bahwa hukum di Mesir Kuno dibuat berdasarkan pandangan umum tentang apa yang
benar dan apa yang salah, serta menekankan cara untuk membuat kesepakatan dan
menyelesaikan konflik. Dewan sesepuh lokal, yang dikenal dengan nama Kenbet
di Kerajaan Baru, bertanggung jawab mengurus persidangan yang hanya berkaitan
dengan permasalahan-permasalahan kecil. Kasus yang lebih besar termasuk di
antaranya pembunuhan, transaksi tanah dalam jumlah besar, dan pencurian makam
diserahkan kepada Kenbet Besar yang dipimpin oleh wazir atau firaun.
Penggugat dan tergugat diharapkan mewakili diri mereka sendiri dan diminta
untuk bersumpah bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya.
Pertanian
Kondisi
geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa
Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan
sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah
sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang
dimiliki seseorang. Pertanian
di Mesir sangat bergantung kepada siklus sungai Nil. Bangsa Mesir mengenal tiga
musim: Akhet (banjir), Peret (tanam), dan Shemu (panen).
Musim banjir berlangsung dari Juni hingga September, menumpuk lanau kaya mineral yang ideal untuk pertanian di tepi sungai.
Setelah banjir surut, musim tanam berlangsung dari Oktober hingga Februari.
Petani membajak dan menanam bibit di ladang. Irigasi dibuat dengan parit dan
kanal. Mesir hanya mendapat sedikit hujan, sehingga petani sangat bergantung
dengan sungai Nil dalam pengairan tanaman. Dari Maret hingga Mei, petani
menggunakan sabit untuk memanen. Selanjutnya, hasil panen dirontokan
untuk memisahkan jerami dari gandum. Proses penampian
menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk menjadi tepung, diseduh
untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan lain. Bangsa Mesir menanam gandum
emmer dan jelai, serta beberama gandum sereal lain, sebagai bahan roti dan
bir. Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat
tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan
untuk menenun linen dan
membuat pakaian. Papirus ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan
buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman,
dan berada di permukaan tinggi. Tanaman sayur dan buah tersebut harus diairi
dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi bawang perai, bawang putih, melon, squash,
kacang, selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah
menjadi wine.[
Hewan
Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan
yang seimbang antara manusia dengan hewan merupakan elemen yang penting dalam
susunan kosmos; maka manusia, hewan, dan tumbuhan diyakini sebagai bagian dari
suatu keseluruhan. Hewan, baik yang didomestikasi
maupun liar, merupakan sumber spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi
bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah hewan ternak yang paling penting; pemerintah
mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, dan
ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya. Selain sapi,
bangsa Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas seperti bebek,
angsa, dan merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di
peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan agar semakin gemuk.
Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga
didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan
lilin.
Keledai dan lembu digunakan sebagai hewan pekerja.
Hewan-hewan tersebut bertugas membajak ladang dan menginjak-injak bibit ke
dalam tanah. Lembu-lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual persembahan.
Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta,
meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan
pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
gajah sempat
dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah
untuk merumput Anjing, kucing, dan monyet menjadi hewan peliharaan, sementara
hewan-hewan seperti singa yang diimpor dari jantung Afrika merupakan milik
kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa
yang menyimpan hewan di rumah mereka.] Selama
periode pradinasti dan akhir, pemujaan dewa dalam bentuk hewan menjadi sangat
populer, seperti dewi kucing Bastet dan dewa ibis Thoth, sehingga hewan-hewan tersebut dibesarkan dalam jumlah
besar untuk dikorbankan dalam ritual
Sumber daya alam
Mesir kaya akan batu bangunan dan
dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu
memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat patung, membuat
alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan garam dari Wadi
Natrun untuk mumifikasi, yang juga menjadi
sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat plester. Batuan yang mengandung
bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai yang kondisi alam
yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk
mendapatkan sumber daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di
Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang
emas di wilayah ini. Wadi Hammamat adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas. Rijang adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan
untuk membuat alat-alat, dan kapak Rijang adalah potongan awal yang membuktikan
adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara
hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat
kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini tetap bertahan bahkan setelah
tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Perdagangan
Orang Mesir kuno berdagang dengan
negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak ada di Mesir. Pada
masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga
berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina
di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama
Firaun Narmer
memproduksi tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir
kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari
Byblos. Pada
masa Dinasti Kelima, Mesir kuno dan Punt
memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet Mesir
bergantung pada Anatolia untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya
merupakan bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai
batu biru lapis lazuli, yang harus diimpor dari Afganistan.
Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan
Kreta, yang menyediakan minyak zaitun
(selain barang-barang lainnya).sebagai ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir
mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca
dan benda-benda batu.
V.
Sosial budaya
Status
sosial
Masyarakat Mesir Kuno ketika itu
sangat terstratifikasi dan status sosial
yang dimiliki seseorang ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian besar
masyarakat bekerja sebagai petani, namun demikian hasil pertanian dimiliki dan
dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki tanahPetani
juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat irigasi atau proyek
konstruksi menggunakan sistem corvée. eniman dan pengrajin memunyai status yang lebih tinggi
dari petani, namun mereka juga berada di bawah kendali negara, bekerja di
toko-toko yang terletak di kuil dan dibayar langsung dari kas negara. Juru
tulis dan pejabat menempati strata tertinggi di Mesir Kuno, dan biasa disebut
"kelas kilt putih" karena menggunakan linen berwarna putih yang
menandai status mereka Perbudakan telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas
diketahui.
Mesir Kuno memandang pria dan wanita,
dari kelas sosial apa pun kecuali budak, sama di mata hukum Baik pria maupun
wanita memiliki hak untuk memiliki dan menjual properti, membuat kontrak,
menikah dan bercerai, serta melindungi diri mereka dari perceraian dengan
menyetujui kontrak pernikahan, yang dapat menjatuhkan denda pada pasangannya
bila terjadi perceraian. Dibandingkan bangsa lainnya di Yunani, Roma, dan
bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di Mesir Kuno memiliki kesempatan
memilih dan meraih sukses yang lebih luas. Wanita seperti Hatshepsut dan
Celopatra bahkan bisa menjadi firaun. Namun demikian, wanita di Mesir Kuno
tidak dapat mengambil alih urusan administrasi dan jarang yang memiliki
pendidikan dari rata-rata pria ketika itu
Perkembangan
historis
Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa Berber
dan Semit Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua
(setelah Sumeria). Bahasa Mesir telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah
dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada bahasa Mesir Kuno adalah
bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik. Tulisan
Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin
dituturkan dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes.[
Kesusasteraan
Tulisan pertama kali ditemukan di
lingkungan kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan.
Pekerjaan menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang
juga menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan
(disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium Karya-karya literatur
yang terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan
secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir mulai
digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagai mana direpresentasikan dalam dokumen
administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan Koptik.
Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam. Genre ini
dikenal sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha untuk
menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan terkenal.
Kisah Sinuhe
yang ditulis dalam bahasa
Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai
literatur Mesir klasik.Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai mahakarya dalam dunia literatur timur
tengah. Di masa akhir Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan
untuk menulis seperti yang terlihat pada Cerita Wenamun
dan Instruksi Any. Cerita Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang
dirampok dalam perjalanannya untuk membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya
kembali ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya
Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa Demotik). Banyak
cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan biasanya memiliki
setting pada masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung
seperti Ramses II Papirus Edwin Smith (sekitar abad ke-16 SM) yang menggambarkan anatomi dan
perawatan medis.
Tulisan
Tulisan hieroglif terdiri dari
sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau suara. Simbol
yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula.
Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan kuburan. Pada
penulisan sehari hari, juru tulis membuat tulisan kursif, yang disebut keramat.
Tulisan kursif ini lebih cepat dan mudah. Sementara hieroglif formal dapat
dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah (walaupun biasanya ditulis dari
kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis dari kanan ke kiri, biasanya pada
baris horisontal. Sebuah bentuk baru penulisan, demotik, menjadi
gaya penulisan umum, dan inilah bentuk tulisan -bersama dengan hieroglif formal
- yang menyertai teks Yunani di Batu Rosetta.
Sekitar abad ke-1 Masehi, aksara
Koptik mulai digunakan bersama aksara demotik. Koptik adalah modifikasi abjad
Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik. Meskipun hieroglif
formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4, menjelang akhir abad
hanya segelintir kecil imam yang masih bisa membacanya. Akibat institusi
keagamaan tradisional dibubarkan, pengetahuan tulisan hieroglif semakin
menghilang. Usaha untuk mengartikannya muncul pada masa Bizantiumdan
Islam di Mesir,
tetapi baru pada tahun 1822, setelah penemuan batu Rosetta dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-François
Champollion, hieroglif baru dapat diartikan.
Budaya
Kehidupan
sehari-hari
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno
bekerja sebagai petani. Kediaman mereka terbuat dari tanah liat
yang didesain untuk menjaga udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah
memiliki dapur dengan atap terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling
untuk menggiling tepung dan oven kecil untuk membuat roti Tembok dicat warna
putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan berupa linen yang diberi warna.
Lantai ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi dengan furnitur sederhana untuk
duduk dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai penampilan
dan kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan menggunakan sabun
yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki bercukur untuk menjaga
kebersihan, menggunakan minyak wangi dan salep untuk mengharumkan dan
menyegarkan kulit. Pakaian dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna
putih, baik wanita maupun pria di kelas yang lebih elit menggunakan wig,
perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian hingga mereka
dianggap dewasa, pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini laki-laki
disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, sementara sang ayah
bertugas mencari nafkah
Musik dan tarian menjadi hiburan
yang paling populer bagi mereka yang mampu membayar untuk melihatnya. Instrumen
yang digunakan antara lain seruling dan harpa, juga instrumen yang mirip
terompet juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, bangsa Mesir memainkan bel,
simbal, tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia Mereka
juga menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara
keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai
macam hiburan, permainan dan musik, salah satunya adalah Senet, permainan papan yang bidaknya digerakkan dalam urutan
acak. Selain itu mereka juga mengenal mehen. Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering
dimainkan anak-anak, juga permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni
Hasan Orang-orang kaya di Mesir Kuno juga
gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.
Masakan
Masakan Mesir cenderung tidak
berubah selama berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan
dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya mengandung roti dan
bir, dengan lauk berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih, serta
buah-buahan berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan
pada perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang kaya yang lebih sering
menyantapnya. Ikan, daging, dan unggas dapat diasinkan atau dikeringkan, serta
direbus atau dibakar.
Arsitektur.
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno
yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza
dan kuil di Thebes.
Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius,
sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa
Mesir Kuno mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun
efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun
masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan
kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di
rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit.
Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan
gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat
dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa,
seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan
lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan
pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi.Arsitektur
makam tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur
persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini
biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.
Seni
Bangsa
Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun, seniman
mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan
Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti,
mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran
lain.Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar
dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman
spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya.
Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan
kuil, peti mati, maupun patung
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan
batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral
seperti bijih besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga
atau arang (hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum
arab sebagai pengikat dan ditekan (press),
disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan.Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan,
atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah
liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan
di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah
kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun
bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno
terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi
Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan
di Avaris.Salah
satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol adalah
bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna: patung-patung disesuaikan dengan
gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni
Amarna, langsung diganti dan dibuah ke
bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.
Militer
Angkatan perang Mesir kuno
bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing, dan menjaga
kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno.
Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan
Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama Periode Menengah Pertama dan Kedua.
Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile,
yang merupakan basis operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun menggunakan angkatan
perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush
dan sebagian Levant
Peralatan
militer yang digunakan pada masa itu adalah panah, tombak, dan perisai berbahan
dasar kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru, angkatan
perang mulai menggunakan kereta perang
yang awalnya diperkenalkan oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan baju zirah
terus berkembang setelah penggunaan perunggu: perisai dibuat dari kayu padat
dengan gesper perunggu, ujung tombak dibuat dari perunggu, dan Khopesh (berasal dari tentara Asiatik) mulai digunakan. Tentara
direkrut dari penduduk biasa; namun, selama dan terutama sesudah masa Kerajaan
Baru, tentara bayaran dari Nubia, Kush, dan Libya dibayar untuk membantu Mesir.
VI.
Sistem
kepercayaan bangsa Mesir kuno
Masyarakat Mesir mengenal pemujaan terhadap dewa-dewa. Ada dewa yang
bersifat nasional yaitu Ra (Dewa
Matahari), Amon (Dewa
Bulan) kemudian menjadi Amon
Ra.
Sebagai lambang pemujaan kepada Ra
didirikan obelisk yaitu tiang batu yang ujungnya runcing. Obelisk juga
dipakai sebagai tempat mencatat kejadian-kejadian. Untuk pemujaan terhadap dewa
Amon Ra dibangunlah Kuil
Karnak yang sangat indah pada masa Raja
Thutmosis III.
Selain dewa nasional maka ada
dewa-dewa lokal yang dipuja pada daerah-daerah tertentu seperti Dewa
Osiris yaitu hakim alam baka, Dewi
Isis yaitu dewi kecantikan isteri
Osiris, Dewa
Aris sebagai dewa kesuburan dan dewa
Anubis yaitu dewa kematian.
Wujud kepercayaan yang berkembang di
Mesir berdasarkan pemahaman sebagai berikut:
- Penyembahan terhadap dewa berangkat dari ide/gagasan bahwa manusia tidak berdaya dalam menaklukkan alam.
- Yang disembah adalah dewa/dewi yang menakutkan seperti dewa Anubis atau yang memberi sumber kehidupan.
Jadi dengan taat menyembah pada dewa
masyarakat lembah sungai Nil mengharap jangan menjadi sasaran maut.
Kepercayaan yang kedua berkaitan
dengan pengawetan jenazah yang disebut mummi. Dasarnya membuat mummi adalah bahwa manusia tidak dapat
menghindari dari kehendak dewa maut. Manusia ingin tetap hidup abadi. Agar roh tetap hidup maka jasad sebagai lambang roh harus tetap
utuh.
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib
dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil
diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat
untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang
baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak
mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa
ketika itu.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil
yang dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung
dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada
hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh
masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah
masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari marabahaya
Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang
seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan, tanpa
perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle)
untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.,
Masyarakat mesir percaya bahwa
setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia
juga memiliki šwt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka
(nyawa), dan nama Jantung
dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek
spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka
membutuhkan tubuh fisik mereka (atau dapat digantikan dengan patung) sebagai
tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah menyatukan
kembali ka dan ba dan menjadi "arwah yang diberkahi."
Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan diadili, jantung akan
ditimbang dengan "bulu kejujuran." Jika pahalanya cukup, sang arwah
diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritua
Adat
pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan
seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin
keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah :
proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama
barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode
Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara
alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan
kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum
miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya.
Orang kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka
memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal,
membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam sarkofagus
berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti
keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam toples
kanopik.
Anubis adalah dewa pada zaman mesir
kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi dan ritual pemakaman. Pada gambar ini ia
sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang
Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi
memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara
bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui
hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron.
Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut
disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang
disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage
yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman
Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih
menitikberatkan pada tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah
barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan
barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa
memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku
kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan
dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat.
Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa
makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk
tulisan yang disebu Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan Hieroglyph ditemukan di dinding
piramida, tugu obelisk maupun daun papirus. Huruf Hieroglyph terdiri dari
gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang
memiliki makna. Tulisan Hieroglyph berkembang menjadi lebih sederhana kemudian
dikenal dengan tulisan hieratik dan demotis. Tulisan hieratik atau tulisan suci
dipergunakan oleh para pendeta. Demotis adalah tulisan rakyat yang dipergunakan
untuk urusan keduniawian misalnya jual beli.
Huruf-huruf Mesir itu semula
menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan pada
waktu Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799 salah satu anggota pasukannya menemukan sebuah batu besar
berwarna hitam di daerah Rosetta.
Batu itu kemudian dikenal dengan
batu Rosetta memuat inskripsi dalam tiga bahasa. Pada tahun 1822 J.F.
Champollion telah menemukan arti dari isi
tulisan batu Rosetta dengan membandingkan tiga bentuk tulisan yang digunakan
yaitu Hieroglyph, Demotik dan Yunani.
Dengan terbacanya isi batu Rosetta
terbukalah tabir mengenai pengetahuan Mesir kuno (Egyptologi)
yang Anda kenal sampai sekarang.
Selain di batu, tulisan Hieroglyph
juga ditemukan di kertas yang terbuat dari batang Papirus.
Dokumen Papirus sudah digunakan
sejak dinasti yang pertama. Cara membuat kertas dari gelagah papirus adalah
dengan memotongnya. Kemudian kulitnya dikupas dan intinya diiris/disayat
tipis-tipis.
Sistem
kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat
kalender bulan berdasarkan siklus (peredaran) bulan selama 291/2 hari. Karena dianggap kurang
tetap kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing
(Sirius) yang
muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan
30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan
5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat.
Penghitungan ini sama dengan kalender yang kita gunakan sekarang yang disebut Tahun Syamsiah
(sistem Solar).
Penghitungan kalender Mesir
dengan sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh bangsa Romawi menjadi
kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan
sistem lunar (peredaran bulan) menjadi tarik Hijriah.
Seni
bangunan (arsitektur)
Piramida dan Spinx di Gizeh, Mesir
Dari peninggalan bangunan-bangunan
yang masih bisa disaksikan sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah
memiliki kemampuan yang menonjol di bidang matematika,
geometri dan arsitektur.
Peninggalan bangunan Mesir yang
terkenal adalah piramida dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan.
Piramida dibangun untuk tempat pemakaman Firaun. Arsitek terkenal
pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya memiliki kamar bawah tanah,
pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.
Tiang-tiang dan dindingnya dihiasi
dengan hiasan yang indah. Di bagian dalam terdapat lorong-lorong, lubang angin
dan ruang jenazah raja. Di depan piramida terdapat spinx yaitu patung singa berkepala manusia. Fungsi spinx adalah
penjaga piramida.
Piramida terbesar adalah makam raja
Cheops, yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh
juga terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Sakarah terdapat piramida
firaun Joser. Selain piramida apakah ada tempat pemakaman yang lain di Mesir?
Berdasarkan penggalian di daerah El Badari ditemukan pemakaman yang disebut Hockerbestattung (Hocker artinya jongkok dan bestattung artinya pemakaman)
karena orang yang meninggal dimasukkan dengan cara didudukkan menjongkok. Ada
pula pemakaman yang disebut mastaba untuk
golongan bangsawan.
Bangunan kedua adalah kuil yang
berfungsi sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Kuil terbesar dan terindah adalah
Kuil Karnak untuk pemujaan Dewa Amon Ra.